Senin, 05 Desember 2011

URGENSI INFORMASI MORAL

Akhir-akhir ini, kerusakan alam sekitar kita semakin parah. Kerusakan yang terjadi bukan hanya kerusakan lahir, akan tetapi lebih dari itu, adalah kerusakan yang lebih parah, yaitu kerusakan batin atau kerusakan moral. Kerusakan lahir misalnya kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh ulah tangan manusia, seperti penebangan hutan secara illegal (illegal loging), penambangan yang tidak mengindahkan prosedur, dan pembuangan sampah sembarangan yang mengakibatkan kerusakan besar yang sifatnya mikro yaitu timbulnya bencana, seperti banjir, dan tanah longsor, atau yang sifatnya makro yaitu pemanasan global. Pemanasan global telah menyebabkan perubahan cuaca dan iklim.
Belum lagi kerusakan antar sesama anggota masyarakat yang merugikan banyak orang seperti korupsi, kolusi, suap dan lain sebagainya. Pun juga bentuk tindak kekerasan, dan tindakan amoral yang terjadi antar sesama anggota masyarakat atau bahkan sesama anggota keluarga. Hampir setiap hari kita disuguhi berita-berita tentang pembunuhan, perampokan, pergaulan bebas, pencabulan, aborsi, penggunaan obat-obatan terlarang dan lain sebagainya. Karena terlalu sering hal ini kta dengar sampai-sampai kita terbiasa dan kita seakan menganggapnya legal dan sesuai dengan norma kesusilaan. Padahal kita hidup dalam negara yang diklaim sebagai negara yang berpenduduk muslim terbesar sedunia. Juga diklaim sebagai negara hukum, negara bermoral, Negara dengan masyarakatnya yang religius, beradab dan klaim-klaim indah lainnya yang apabila didengar sangat menjukkan hati. 
Kerusakan-kerusakan ini semua terjadi pada dasarnya berpangkal pada kerusakan moral atau akhlaq manusia. Hal ini terjadi salah satunya akibat manusia tidak menangkap pesan moral yang dibawa oleh nabinya, pesan moral yang terdapat dalam Alqur’an dan Sunnah. Atau mereka sebenarnya menangkap pesan-pesan tersebut hanya saja menjadikannya sebagai bahan kajian, sebagai mata pelajaran dan setelah itu dibiarkan mengendap di dalam otak tanpa ditransformasikan dalam perilaku sehari-hari.
Aktifitas sehari-hari yang kita kerjakan sering terjebak dalam arus  kepentingan-kepentingan pragmatis yang selalu disertai dengan sikap egois. Kita mengklaim telah bermu’amalah sesuai dengan ajaran Alqur’an dan Sunnah, telah melaksanakan aktifitas ekonomi sesuai dengan syari’at Islam, telah melakukan kegiatan politik sesuai dengan ajaran nabi, atau telah mengembangkan kebudayaan sesuai dengan ajaran agama.
Klaim tersebut tidaklah sepenuhnya salah, namun sudah tentu tidak sepenuhnya benar. Saat ini harus diakui banyak terjadi kezhaliman dan penzhaliman dalam aktifitas-aktifitas tersebut. Dari aktivitas ekonomi, politik sosial, dan kebudayaan. Hal ini, sekali lagi, terjadi karena kita melupakan pesan moral yang ada dalam ajaran agama dan terjebak dalam kepentingan pragmatis kita, sehingga – misalnya – dalam kegiatan ekonomi kadangkala kita bersikap seperti kapitalis dan menzhalimi saudara kita dan kita tetap berdalih bahwa apa yang dilakukan telah sesuai dengan syari’at Islam. Atau dalam politik, menggunakan ayat-ayat dan hadits serta simbol-simbol agama, padahal semuanya adalah untuk kepentingan pragmatis pribadi dan golongan/ kelompok saja, jauh dari moralitas Islam.
Penulis berpandangan bahwa banyaknya kerusakan yang terjadi adalah bukan karena kegagalan agama dalam membangun masyarakat bermoral, melainkan kegagalan umat memahami pesan moral agama dan kegagalan mentransformasikannya dalam kehidupan sosial. Agama hanya dipahami sebagai aturan-aturan legal formal yang hanya menyediakan pahala dan dosa, ganjaran dan hukuman, surga dan neraka, yang wujudnya bersifat abstrak. Padahal, selain mengandung aturan legal formal (yang jumlahnya amat sedikit), agama mempunyai ajaran moral yang merupakan inti, sebagai perangkat untuk menciptakan masyarakat yang ideal, aman, tentram, tertib, dan membawa kebahagiaan di dunia dan akhirat. Dari sini juga dapat dipahami bahwa pada dasarnya syariat agama hanya untuk kebaikan dan kepentingan manusia. Tuhan sama sekali tidak mempunyai kepentingan sedikitpun akan syari’atnya, sebagaimana dikatakan “inna syari’ata mabnaha wa asasuha mashalihul ‘ibadi fi dunyaahum wa ukhraahum, bahwa sesungguhnya syariat itu dibangun dengan asas dan landasan kemaslahatan bagi manusia di dunia dan akhiat.
Berangkat dari kenyataan di atas, melalui tulisan ini, penulis mengajak kaum muslimin untuk kembali memahami dengan seksama pesan-pesan inti agama, yaitu pesan moral, dan kemudian mentransformasikannya dalam kehidupan sehari-hari, baik secara individu maupun sosial. Jangan sampai kita hanya bisa memahami namun tidak mau beraksi. Transformasi ajaran moral Islam dalam kehidupan masyarakat bisa dikatakan sebagai proses refleksi memahami wahyu paling dalam, the depth hermeneutic, dan ini harus berjalan secara dialogis agar menghasilkan aksi. Tujuan akhir dari transformasi ajaran moral agama ini adalah praksis sosial dalam masyarakat, baik dalam ekonomi, politik dan sebagainya  agar tercipta masyarakat yang aman, tentram, sa’idun fil dunya wal akhirah. Wallahu a’lam bishshawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar