Jumat, 23 Desember 2011

moral dalam serat kidungan sebagai refleksi kehidupan

Nilai moral sering dijumpai dalam sebuah karya sastra. Karya sastra dianggap bermakna jika mengandung nilai-nilai yang bermanfaat bagi pembacanya. Nilai-nilai moral yang terkandung dalam sebuah karya tidak terlepas dari pengaruh kehidupan pengarangnya. Dalam menuangkan pemikirannya, pengarang tidak bisa dilepaskan dari kondisi budaya, pendidikan, politik, agama, dan kehidupan sosialnya. Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian adalah bagaimana pengarang merefleksikan nilai-nilai moral yang terkandung dalam Serat Kidungan. Tujuan dalam kajian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengarang merefleksikan nilai-nilai moral yang terkandung dalam Serat Kidungan. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan ekspresif. Pendekatan ekspresif menitikberatkan penulis sebagai pencipta sastra. Permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini dianalisis menggunakan pendekatan ekspresif. Pendekatan ekspresif dipandang sebagai satu pendekatan penelitian yang menganalisis pengaruh pengarang dalam sebuah karya sastra. Pendekatan ekspresif dalam penelitian ini berupa analisis nilai-nilai moral dalam Serat Kidungan sebagai refleksi kehidupan pengarangnya yaitu Sunan Kalijaga. Hasil analisis yang diperoleh adalah bahwa pengarang mempunyai peran dominan dalam terciptanya sebuah karya sastra. Dalam Serat Kidungan, kehidupan Sunan Kalijaga sebagai penulisnya sangat mendominasi. Latar belakang agama, kebudayaan, dan keluarga menjadikan Sunan Kalijaga menulis Serat Kidungan yang berisi nilai-nilai moral yang bermanfaat bagi pembacanya. Nilai-nilai moral yang terkandung dalam Serat Kidungan terbagi menjadi dua jenis yaitu (1)nilai-nilai moral individual (pribadi) meliputi, 1)kepatuhan, 2)keteguhan hati, 3)kesabaran, 4)kehati-hatian, 5)kebertanggungjawaban, 6)kebijaksanaan, 7)kerendahatian, dan 8)kejujuran, (2)nilai-nilai moral sosial meliputi, 1)kebersamaan, 2)kepedulian sosial, 3)solidaritas, dan 4)kasih sayang. Serat Kidungan ditulis dalam konvensi puisi tradisional yang sebenarnya digunakan sebagai sarana untuk penyebaran agama Islam pada masa itu. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan dan tambahan referen dalam penelitian yang berhubungan dengan pendekatan ekspresif dalam serat yang berbentuk konvensi puisi tradisional, khususnya pemahaman mengenai pengaruh penulis terhadap nilai-nilai moral yang terkandung dalam sebuah Serat Kidungan. Bagi para pembaca sekalian hendaknya mengambil nilai-nilai moral yang tertulis terkandung dalam Serat Kidungan.

Senin, 12 Desember 2011

perbankan di indonesia

Dalam konteks perbankan di Indonesia saat ini, pentingnya akhlak dalam dunia bisnis termasuk perbankan hendaknya dilakukan dengan membentuk sistem moralitas yang terpadu. Salah satu yang penting diperhatikan adalah sistem pengrekrutan pegawai perbankan seyogyanya sangat memperhatikan aspek akhlak sebagai aspek yang terpenting. Psikotes bagi pelamar pegawai bank hendaknya memasukkan “nilai aklak” dengan sistem yang terbentuk. Apalagi, bisnis perbankan adalah industri yang penuh resiko. Pengelolaan resiko tidak hanya dapat dihadapi dengan pengalihan resiko kepada bentuk lain.

Selanjutnya, Bank Indonesia (BI) sebagai otoritas pengawasan bank di Indonesia seyogyanya melakukan sistem supervisi yang berdimensi jangka panjang dan langggeng yang berlandaskan moralitas. Dalam sebuah wawancara dengan pejabat BI tentang masalah ini menunjukkan pejabat BI tidak mampu melihat akar persoalan secara utuh. Misalnya, ketika ditanya bagaimana penyelesaian resiko hilangnya dana nasabah bank, sebab banyak potensi resiko bank adalah tinggi seperti terjadinya pencurian oleh pihak karyawan. Salah satu pilihannya adalah dengan melakukan pengalihan resiko tersebut dengan cara mengasuransikan. Maksudnya, jika terjadi pencurian karyawan akan diganti oleh asuransi. Demikian juga dengan persoalan kasus tewasnya nasabah Citibank yang dilakukan oleh penagih utang. Dengan mudah, pejabat BI mengatakan pihak bank hendaknya memasang CCTV dalam ruang pertemuan. (Tempo, 2011).

Bahwa cara-cara yang dibuat oleh BI dapat saja dibenarkan dari sisi teknis pengelolaan resiko perbankan, seperti mengelola resiko pencurian uang dengan mengasuransikannya kepada pihak asuransi, demikian juga memasang CCTV pada setiap ruangan sehingga seluruh kejadian pada ruangan dapat dipantau. Namun apakah cara-cara seperti itu dapat menyelesaikan masalah dengan tuntas?. Bukankah hal tersebut membuat kesan bahwa boleh saja seseorang melakukan tindakan penipuan sebab semua telah diasuransikan. Bukankah modus operandi pembunuhan dapat dilakukan dengan berbagai cara yang dapat “lepas” dari pengawalan CCTV?

Oleh karena itu, penyelesaian kasus immoralitas perbankan harus dilakukan dengan membuat sistem yang berdimensi jangka pajang dan lebih bersifat preventif. Dalam hal ini sistem yang menjadi moralitas menjadi pilihan utama dengan berbagai cara yang bersifat teknis. Upaya untuk melakukan perekrutan pegawai dengan mementingkan moralty skill mutlak dilakukan, demikian juga melakukan penyegaran moralitas dalam sistem pegawai dengan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan pencerdasan spiritual quation dapat menjadi pilihan disamping tentunya memperbaiki sistem yang “bolong” yang terjadi selama ini. Wallahu’alam. 

kedudukan bisnis dalam aklak

Apa yang dimaksud dengan maoralitas bisnis dalam perspektif syariah?. Menurut Bukhari Alma, moralitas bisnis menurut Al-Quran dan hadis adalah nilai-nilai moral Islam yang berhubungan dengan aktifitas bisnis. Secara umum moralitas dalam bisnis Islam terdiri dari enam (6) prinsip utama, yakni kebenaran, kepercayaan, kejujuran, ketulusan, pengetahuan, dan keadilan. Tidak jauh berbeda dari itu, menurut Rafik Issa Beekum menjelaskan sistem etika Islam terdiri dari lima (5) konsep kunci, yaitu, keesaan, keseimbangan, kehendak bebas, tanggung jawab, serta kebajikan. Perbedaan mendasar moralitas bisnis Islami dengan moralitas bisnis non Islami adalah, jika landasan normatif etika bisnis islami adalah Al-Quran dan sunah Rasulullah Saw., yang menjelaskan bahwa seluruh aktivitas bisnis dalam berbagai macam bentuknya tidak membatasi jumlah kepemilikan harta seseorang, baik barang maupun jasa, namun membatasi cara perolehan dan pemanfaatan harta tersebut yang dikenal dengan aturan halal dan haram, sedangkan landasan normatif moralitas bisnis non islami adalah hasil perenungan dari kitab-kitab suci yang mereka yakini, atau filsafat yang lahir dari perenungan mereka mengenai bagaimana menjalankan bisnis di atas landasan etika, namun tidak dibingkai aturan halal dan haram sebagaimana yang terdapat Islam. (A. Darussalam, 99).

Disinilah keunikan ekonomi Islam, berpadunya antara ekonomi dan akhlak, sampai-sampai Penulis Prancis dalam bukunya “Islam dan Perkembangan Ekonomi” mengakui bahwa Islam adalah sebuah sistem ekonomi yang aplikatif dan secara bersamaan mengandung nilai-nilai akhlak yang tinggi. Keduanya satu kesatuan tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya.

moralitas dalam bisnis

Krisis kepercayaan terhadap bisnis perbankan saat ini sampai pada titik puncak. Kasus-kasus perbankan terkini ibarat puncak gunung es bobrok perbankan selama ini. Kasus-kasus tersebut memperlihatkann secara nyata kepada kita betapa bisnis perbankan penuh dengan corengan hitam immoralitas. Tentu masih segar diingatan kita tentang megaskandal bank century senilai 1,6 triliun rupiah yang sampai saat ini tidak jelas ujungnya. Dua minggu belakang dunia perbankan kembali tercoreng lewat dua skandal yang tak kalah besarnya yakni kasus pembunuhan pemegang kartu kredit Citibank yang diduga akibat aksi kekerasan debt collector (penagih utang) dan kasus “private banking” oleh Inong Malinda Dee pada bank yang sama.

Kasus terakhir ini memang masih dalam proses hukum, namun kasus dilakoni oleh senior relationship manager bank asing ini disinyalir telah menggelapkan sedikitnya Rp. 20 miliar uang nasabah dengan bukti-bukti yang amat jelas, yakni sejumlah apartemen di jantung segi tiga emas Jakarta, empat mobil mewah sekelas Ferrari dan Hummer serta sejumlah properti di Inggris dan Australia. Lebih dari itu, kasus ini disinyalir tidak hanya terkait dengan masalah “privat banking” biasa, lebih jauh dari itu kasus ini juga terindikasi pencucian uang (money laundering) dan tidak tertutup kemungkinan kejahatan perbankan lainnya juga ikut serta bersamanya.

Menganalisis kasus-kasus perbankan yang terjadi, tentu banyak perspektif yang dapat diajukan terutama dari segi hukum perbankan. Dalam kasus pembunuhan pemegang kartu kredit Citibank (Irzen Octa) misalnya, benar bahwa setiap utang harus dibayar namun tentu caranya bukan dengan perbuatan melawan hukum dan perbuatan biadab. Dalam kasus megaskandal bank Century, banyak perspektif yang dapat diajukan dari mulai kesalahan prosedur yang dilakukan oleh pihak bank hingga aspek politik tingkat tinggi yang juga sangat kental mengitarinya. Sedangkan dalam masalah private banking lain lagi, dari mulai pelanggaran prosedur perbankan yang dinilai sebagai pelayanan istimewa kepada nasabah tertentu, sampai kepada kemungkinan terjadinya potensi pencucian uang (money laundering).

Terlepas dari berbagai perspektif yang dapat kita ajukan prihal problematika perbankan saat ini, namun yang penting ditegaskan bahwa persoalan moralitas adalah kunci utama penyebab hal ini semua. Sebaik apapun sistem, regulasi atau prosedur yang diterapkan dalam bisnis ini, moralitas pelaku bisnis adalah kunci segalanya.

Karena itulah, dalam bisnis (bahkan seluruh dimensi-dimensi kehidupan berdasarkan syariah) meniscayakan moralitas sebagai dasarnya. Moralitas atau akhlak (jika diurai lebih lanjut terdapat perbedaan antara moralitas dan akhlak, dalam tulisan ini disamakan) adalah prasyarat dalam menjalankan semua aktivitas dimensi kehidupan termasuk dalam bisnis.

Dalam khazanah sistem pendidikan dan dakwah, Rasulullah Saw. menyiapkan landasan moral lebih lama ketimbang sistem ibadah, hukum, sosial, tata negara dan seterusnya. Dari 23 tahun masa tugas kerasulan yang diemban Nabi Muhammad Saw., 13 tahun pertama dihabiskan untuk menyiapkan landasan moral yang berlandaskan tauhid. Sampai-sampai penataan ibadah (dalam artian ibadah mahdah, seperti shalat, puasa, zakat) hanya ditata pada 10 tahun terakhir masa kerasulan.

Hal ini menunjukkan, dalam perspektif Islam bahwa landasan akhlak inilah yang menjadi kunci sukses-tidaknya seluruh dimensi kehidupan manusia. Shalat yang sangat berdimensi ibadah sekalipun dapat “dikorupsi” oleh orang yang tidak berakhlak, apakah dari segi waktu, substansi bahkan pelaksanaannya sendiri. Demikian pentingnya kedudukan akhlak dalam menata kehidupan. 

Selasa, 06 Desember 2011

peningkatan kematangan moral

Dalam upaya untuk meningkatkan kematangan moral dan pembentukann karakter siswa. Secara optimal ,maka penyajian materi pendidikan moral kepada para siswa hendaknya dilaksanakan secara terpadu kepada semua pelajaran dan dengan mengunakan strategi dan model pembelajaran seccara terpadu, yaitu dengan melibatkan semua guru, kepala sekolah ,orang tua murid, tokoh-tokoh masyarakat sekitar. Dengan demikian timbul pertanyaan,bahan kajian apa sajakah yang diperlukan untuk merancang model pembelajaran pendidikan moral dengan mengunakan pendekatan terpadu ?

Untuk mengembangkan strategi dan model pembelajaran pendidikan moral dengan menggunakan pendekatan terpadu ,diperlukan adanya analisis kebutuhan (needs assessment) siswa dalam belajar pendidikan moral. Dalam kaitan ini diperlukan adanya serangkaian kegiatan, antara lain : (1) mengidentifikasikan isu-isu sentral yang bermuatan moral dalam masyarakat untuk dijadikan bahan kajian dalam proses pembelajaran di kelas dengan menggunakan metode klarifikasi nilai (2) mengidentifikasi dan menganalisis kebutuhan siswa dalam pembelajaran pendidikan moral agar tercapai kematangan moral yang komprehensif yaitu kematangan dalam pengetahuan moral perasaan moral,dan tindakan moral, (3) mengidentifikasi dan menganalisis masalah-masalah dan kendala-kendala instruksional yang dihadapi oleh para guru di sekolah dan para orang tua murid di tua murid dirumah dalam usaha membina perkembangan moral siswa,serta berupaya memformulasikan alternatif pemecahannya, (4) mengidentifikasi dan mengklarifikasi nilai-nilai moral yang inti dan universal yang dapat digunakan sebagai bahan kajian dalam proses pendidikan moral, (5) mengidentifikasi sumber-sumber lain yang relevan dengan kebutuhan belajar pendidikan moral.

Dengan memperhatikan kegiatan yang perlu dilakukan dalam proses aplikasi pendidikan moral tersebut, kaitannya dengan kurikulum yang senantiasa berubah sesuai dengan akselerasi politik dalam negeri, maka sebaiknya pendidikan moral juga dilakukan penngkajian ulang untuk mengikuti competetion velocities dalam persaingan global. Bagaimanapun negeri ini memerlukan generasi yang cerdas, bijak dan bermoral sehingga bisa menyeimbangkan pembangunan dalam keselarasan keimanan dan kemajuan jaman. Pertanyaannya adalah siapkah lingkungan sekolah (formal-informal), masyarakat dan keluarga untuk membangun komitmen bersama mendukung keinginan tersebut ? Karena nasib bangsa Indonesia ini terletak dan tergantung pada moralitas generasi mudanya.

pendidikan moral dalam formal

Sumber daya manusia menempati posisi sentral dan strategis dalam pelaksanaan pembangunan nasional, sehingga diperlukan adanya pengembangannya secara optimal. Pengembangan SDM dapat dilakukan melalui pendidikan mulai dari dalam keluarga, hingga lingkungan sekolah dan masyarakat

Salah satu SDM yang dimaksud bisa berupa generasi muda (young generation) sebagai estafet pembaharu merupakan kader pembangunan yang sifatnya masih potensial, perlu dibina dan dikembangkan secara terarah dan berkelanjutan melalui lembaga pendidikan sekolah. Beberapa fungsi pentingnya pendidikan sekolah antara lain untuk : 1) perkembangan pribadi dan pembentukan kepribadian, 2) transmisi cultural, 3) integrasi social, 4) inovasi, dan 5) pra seleksi dan pra alokasi tenaga kerja ( Bachtiar Rifai). Dalam hal ini jelas bahwa tugas pendidikan sekolah adalah untuk mengembangkan segi-segi kognitif, afektif dan psikomotorik yang dapat dikembangkan melalui pendidikan moral. Dengan memperhatikan fungsi pendidikan sekolah di atas, maka setidaknya terdapat 3 alasan penting yang melandasi pelaksanaan pendidikan moral di sekolah, antara lain : 1). Perlunya karakter yang baik untuk menjadi bagian yang utuh dalam diri manusia yang meliputi pikiran yang kuat, hati dan kemauan yang berkualitas, seperti : memiliki kejujuran, empati, perhatian, disiplin diri, ketekunan, dan dorongan moral yang kuat untuk bisa bekerja dengan rasa cinta sebagai ciri kematangan hidup manusia. 2). Sekolah merupakan tempat yang lebih baik dan lebih kondusif untuk melaksanakan proses belajar mengajar. 3).Pendidikan moral sangat esensial untuk mengembangkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan membangun masyarakat yang bermoral (Lickona, 1996 , P.1993). 

Pelaksanaan pendidikan moral ini sangat penting, karena hampir seluruh masyarakat di dunia, khususnya di Indonesia, kini sedang mengalami patologi social yang amat kronis. Bahkan sebagian besar pelajar dan masyarakat kita tercerabut dari peradaban eastenisasi (ketimuran) yang beradab, santun dan beragama. Akan tetapi hal ini kiranya tidak terlalu aneh dalam masyarakat dan lapisan social di Indonesia yang hedonis dan menelan peradaban barat tanpa seleksi yang matang. Di samping itu system pendidikan Indonesia lebih berorientasi pada pengisian kognisi yang eqivalen dengan peningkatan IQ (Intelengence Quetiont) yang walaupun juga di dalamnya terintegrasi pendidikan EQ (Emotional Quetiont). Sedangkan warisan terbaik bangsa kita adalah tradisi spritualitas yang tinggi kemudian tergadai dan lebih banyak digemari oleh orang lain di luar negeri kita, yaitu SQ (Spiritual Quetiont). Oleh sebab itu, perlu kiranya dalam pengembangan pendidikan moral ini eksistensi SQ harus terintegrasi dalam target peningkatan IQ dan EQ siswa.

Akibat dari hanyutnya SQ pada pribadi masyarakat dan siswa pada umumnya menimbulkan efek-efek social yang buruk. Bermacam-macam masalah sosial dan masalah-masalahh moral yang timbul di Indonesia seperti : 1). meningkatnya pembrontakan remaja atau dekadensi etika/sopan santun pelajar, 2). meningkatnya kertidakjujuran, seperti suka bolos, nyontek, tawuran dari sekolah dan suka mencuri, 3). berkurangnya rasa hormat terhadap orang tua, guru, dan terhadap figur-figur yang berwenang, 4). meningkatnya kelompok teman sebaya yang bersifat kejam dan bengis, 5) munculnya kejahatan yang memiliki sikap fanatik dan penuh kebencian, 6). berbahsa tidak sopan, 7). merosotnya etika kerja, 8). meningkatnya sifat-sifat mementingkan diri sendiri dan kurangnya rasa tanggung jawab sebagai warga negara, 9). timbulnya gelombang perilaku yang merusak diri sendiri seperti perilaku seksual premature, penyalahgunaan mirasantika/narkoba dan perilaku bunuh diri, 10). timbulnya ketidaktahuan sopan santun termasuk mengabaikan pengetahuan moral sebagai dasar hidup, seperti adanya kecenderungan untuk memeras tidak menghormati peraturan-peraturan, dan perilaku yang membahayakan terhadap diri sendiri atau orang lain, tanpa berpikir bahwa hal itu salah (Koyan, 2000, P.74).

Untuk merespon gejala kemerosotan moral tersebut, maka peningkatan dan intensitas pelaksanan pendidikan moral di sekolah merupakan tugas yang sangat penting dan sangat mendesak bagi kita, dan perlu dilaksanakan secara komprehensif dan dengan menggunakan strategi serta model pendekatan secara terpadu, yaitu dengan melibatkan semua unsur yang terkait dalam proses pembelajaran atau pendidikan seperti : guru-guru, kepala sekolah orang tua murid dan tokoh-tokoh masyarakat. Tujuan pendidikan moral tidak semata-mata untuk menyiapkan peserta didik untuk menelan mentah konsep-konsep pendidikan moral, tetapi yang lebih penting adalah terbentuknya karakter yang baik, yaitu pribadi yang memiliki pengetahuan moral, peranan perasaan moral dan tindakan atau perilaku moral (Lickona, 1992. P. 53 )

Pada sisi lain, dewasa ini pelaksanan pendidikan moral di sekolah diberikan melalui pembelajaran pancasila dan kewarganegaraan (PPKn) dan Pendidikan agama akan tetapi masih tampak kurang pada keterpaduan dalam model dan strategi pembelajarannya Di samping penyajian materi pendidikan moral di sekolah, tampaknya lebih berorientasi pada penguasaan materi yang tercantum dalam kurikulum atau buku teks, dan kurang mengaitkan dengan isu-isu moral esensial yang sedang terjadi dalam masyarakat, sehingga peserta didik kurang mampu memecahkan masalah-masalah moral yang terjadi dalam masyarakat Bagi para siswa,adalah lebih banyak untuk menghadapi ulangan atau ujian, dan terlepas dari isu-isu moral esensial kehidupan mereka sehari-hari. Materi pelajaran PPKn dirasakah sebagai beban, dihafalkan dan dipahami, tidak menghayati atau dirasakan secara tidak diamalkan dalam perilaku kehidupan hari-hari

tujuan dari pendekatan

   pendekatan ini adalah memberi peluang kepada siswa agar bertidak secara personal ataupun sosial berdasarkan kepada nilai-nilai mereka, mendorong siswa agar memandang diri mereka sendiri sebagai makhluk yang tidak secara otonom interaktif dalam hubungan sosial personal, tetapi anggota suatu sistem sosial. Metode yang dapat digunakan dalam pendekatan ini adalah metode-metode didaftar atau diurutkan untuk analisis dan klarifikasi nilai, proyek-proyek di dalam sekolah dan praktek kemasyarakatan, keterampilan praktis dalam pengorganisasian kelompok dan hubungan antar pribadi.
Pendidikan moral tidak hanya terbatas pada lingkungan sekolah oleh guru saja. Ini dapat dilakukan oleh siapa saja, kapan saja, dan dimana saja. Tiga lingkungan yang amat kondusif untuk melaksanakan pendidikan ini, yaitu lingkungan keluarga, lingkungan pendidikan, dan lingkungan masyarakat.
Diantara ketiganya, merujuk pada Dobbert dan Winkler (1985), lingkungan keluarga merupakan faktor dominan yang efektif dan terpenting. Peran keluarga dalam pendidikan nilai adalah mendukung terjadinya proses identifikasi, internalisasi, panutan, dan reproduksi langsung dari nilai-nilai moral yang hendak ditanamkan sebagai pola orientasi dari kehidupan keluarga.
Lingkungan keluarga menjadi lahan paling subur untuk menumbuhkembangkan pendidikan moral. Secara operasional, yang paling perlu diperhatikan dalam konteks di lingkungan keluarga adalah penanaman nilai-nilai kejujuran dalam segenap aspek kehidupan keluarga. Contoh sikap dan perilaku yang baik oleh orang tua dalam pergaulan dan kehidupan mereka dapat menjadi teladan bagi anak-anaknya.
Hal yang tidak kalah penting, pendidikan moral harus dilaksanakan sejak anak masih kecil dengan jalan membiasakan mereka kepada peraturan-peraturan dan sifat-sifat yang baik, serta adil. Sifat-sifat tersebut tidak akan dapat difahami oleh anak-anak, kecuali dengan pengalaman langsung yang dirasakan akibatnya dan dari contoh orang tua dalam kehidupannya sehari-hari.
Pendidikan moral yang paling baik sebenarnya terdapat dalam agama, karena nilai-nilai moral yang dapat dipatuhi dengan kesadaran sendiri tanpa ada paksaan dari luar, datangnya dari keyakinan beragama yang harus ditanamkan sejak kecil.
Lingkungan pendidikan juga menjadi wahana yang kondusif bagi pertumbuhan dan perkembangan mental serta moral anak didik. Untuk itu, sekolah diharapkan dapat berfungsi sebagai kawasan yang sejuk untuk melakukan sosialisasi bagi anak-anak dalam pengembangan mental, moral sosial dan segala aspek kepribadiannya. Pelaksanaan pendidikan moral di kelas hendaknya dipertautkan dengan kehidupan yang ada di luar kelas.

pendekatan untuk dapat memberikan moral yang baik

Adapun beberapa pendekatan yang dapat digunakan dalam penanaman nilai moral pada anak, menurut Dwi Siswoyo dkk, (2005:72-81) adalah indoktrinasi, klarifikasi nilai, teladan atau contoh, dan pembiasaan dalam perilaku.
1. Indoktrinasi
Menurut Kohn (dalam Dwi Siswoyo, 2005:72) menyatakan bahwa untuk membantu anak-anak supaya dapat tumbuh menjadi dewasa, maka mereka harus ditanamkan nilai-nilai disiplin sejak dini melalui interaksi guru dan siswa. Dalam pendekatan ini guru diasumsikan telah memiliki nilai-nilai keutamaan yang dengan tegas dan konsisten ditanamkan kepada anak. Aturan mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan disampaiakan secara tegas, terus menerus dan konsisten. Jika anak melanggar maka ia dikenai hukuman, akan tetapi bukan berupa kekerasan.
2. Klarifikasi Nilai
Dalam pendekatan klarifikasi nilai, guru tidak secara langsung menyampaikan kepada anak mengenai benar salah, baik buruk, tetapi siswa diberi kesempatan untuk menyampaiakan dan menyatakan nilai-nilai dengan caranya sendiri. Anak diajak untuk mengungkapkan mengapa perbuatan ini benar atau buruk. Dalam pendekatan ini anak diajak untuk mendiskusikan isu-isu moral. (Dwi Siswoyo (2005:76).
3. Teladan atau Contoh
Anak-anak mempunyai kemampuan yang menonjol dalam hal meniru. Oleh karena itu seorang guru hendaknya dapat dijadikan teladan atau contoh dalam bidang moral. Baik kebiasaan baik maupun buruk dari guru akan dengan mudah dilihat dan kemudian diikuti oleh anak. Figur seorang guru sangat penting utuk pengembangan moral anak. Artinya nilai-nilai yang tujuannya akan ditanamkan oleh guru kepada anak seyogyanya sudah mendarah daging terlebih dahulu pada gurunya.
4. Pembiasaan dalam Perilaku
Kurikulum yang terkait dengan penanaman moral, lebih banyak dilakukan melalui pembiasaan-pembiasaan tingkah laku dalam proses pembelajaran. Ini dapat dilihat misalnya, pada berdoa sebelum dan sesudah belajar, berdoa sebelum makan dan minum, mengucap salam kepada guru dan teman, merapikan mainan setelah belajar, berbaris sebelum masuk kelas dan sebagainya. Pembiasaan ini hendaknya dilakukan secara konsisten. Jika anak melanggar segera diberi peringatan.

masalah dalam moral anak

Ada beberapa masalah dalam penanaman nilai moral pada anak, hal tersebut terkait dengan gangguan-gangguan yang dialami anak selama tahap pertumbuhannya. Gangguan-gangguan tersebut akan mempengaruhi usaha-usaha penanaman nilai moral pada anak. Gangguan-gangguan tersebut, yaitu:
  1. Gangguan perkembangan pervasif.
    Ditandai dengan masalah awal pada tiga area perkembangan utama: perilaku, interaksi sosial, dan komunikasi. Terdiri dari:
    a. Retardasi mental.
    Muncul sebelum usia 18 tahun dan dicirikan dengan keterbatasan substandar dalam berfungsi, yang dimanifestasikan dengan fungsi intelektual secara signifikan berada dibawah rata-rata (mis., IQ dibawah 70) dan keterbatasan terkait dalam dua bidang keterampilan adaptasi atau lebih.
    b. Autisme
    Dicirikan dengan gangguan yang nyata dalam interaksi sosial dan komunikasi, serta aktivitas dan minat yang terbatas. Gejala-gejalanya meliputi kurangnya responsivitas terhadap orang lain, menarik diri dari hubungan sosial, kerusakan yang menonjol dalam komunikasi, dan respon yang aneh terhadap lingkungan.
c. Gangguan perkembangan spesifik
Dicirikan dengan keterlambatan perkembangan yang mengarah pada kerusakan fungsional pada bidang-bidang, seperti membaca, aritmetika, bahasa, dan artikulasi verbal.
2. Defisit perhatian dan gangguan perilaku disruptif.
a. Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD)
Dicirikan dengan tingkat gangguan perhatian, impulsivitas, dan hiperaktivitas yang tidak sesuai dengan tahap perkembangan.
b. Gangguan perilaku
Dicirikan dengan perilaku berulang, disruptif, dan kesengajaan untuk tidak patuh, termasuk melanggar norma dan peraturan sosial. Sebagian besar anak-anak dengan gangguan ini mengalami penyalahgunaan zat atau gangguan kepribadian antisosial setelah berusia 18 tahun.
c. Gangguan penyimpangan oposisi
Gangguan ini merupakan bentuk gangguan perilaku yang lebih ringan, meliputi perilaku yang kurang ekstrim. Perilaku dalam gangguan ini tidak melanggar hak-hak orang lain sampai tingkat yang terlihat dalam gangguan perilaku.
3. Gangguan ansietas sering terjadi pada masa kanak-kanak atau remaja dan berlanjut ke masa dewasa, biasanya berupa :
Gangguan obsesif kompulsif, gangguan ansietas umum, dan fobia banyak terjadi pada anak-anak dan remaja, dengan gejala yang sama dengan yang terlihat pada orang dewasa.
Gangguan ansietas akibat perpisahan adalah gangguan masa kanak-kanak yang ditandai dengan rasa takut berpisah dari orang yang paling dekat dengannya. Gejala-gejalanya meliputi menolak pergi ke sekolah, keluhan somatik, ansietas berat terhadap perpisahan dan khawatir tentang adanya bahaya pada orang-orang yang mengasuhnya.

moralitas dalam pendidikan modern

PendiPendidikan modern yang diselenggarakan memang hanya untuk memenuhi kebutuhan kerja, untuk mencari materi, bukan untuk penyempurnaan hidup. Tidak sebagaimana tujuan pendidikan dalam masyarakat tradisional, yang mempunyai tujuan perfection (penyempurnaan), maka dalam pendidikan tradisional moralitas, kerendahan hati menjadi perhatian utama, terutama yang berlatarbelakang agama.
Pendidikan moral menjadi sangat penting dilaksanakan, tetapi hal itu dianggap di luar tujuan pendidikan, ketika kecerdasan yang diukur dengan ranking merupakan salah satu ukuran keberhasilan seseorang. Siswa satu dengan yang lain tidak diajari untuk bekerjasama, tetapi diajari untuk berkompetisi. Oleh karena itu saat ini tidak ada tradisi belajar bersama, yang ada adalah tradisi masuk bimbingan belajar, di situ mereka bisa bersaing secara individual.
Adalah sebuah contoh, di Amerika Serikat yang dikelola oleh para manajer yang paling piawi di dunia, yang kepandaiannya tiada tara, saat ini mengalami krisis moneter besar-besaran pada lembaga keuangannya. Kesalahan manajemen itu bukan karena para pengelola tidak tahu manajemen yang benar, tapi karena mereka tidak bisa menahan godaan untuk memainkan uang yang dikelola untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya, sehingga dana publik itu hilang ke tangan orang perorang. Ketika lembaga yang dipimpinnya bangkrut, para pengelola malah menikmati bonus dan liburan untuk berpesta.
Begitulah yang terjadi, bahwa kepintaran dan kecerdasan intelektual saja tidak cukup tanpa dilandasi oleh nilai-nilai moral. Tanpa adanya nilai moral, amanah besar yang dibebankan tidak bisa dilaksanakan dengan jujur. Kalau amanah yang dibebankan itu kecil, tidak terlalau bermasalah. Tetapi kalau amanah yang dibebankan itu sangat besar seperti Negara atau kekayaan Negara, maka ketidakamanahan memiliki akibat yang sangat besar, seperti yang terjadi sekarang pada negara Amerika. Ketiadaan moral itulah yang mengakibatkan terjadinya berbagai kekacauan dewasa ini. Semoga kenyataan yang terjadi menjadi bahan refleksi bagi pengelola pendidikan dan pemegang kekuasaanpolitik negara ini.dikan dan moralitas merupakan investasi yang sangat berharga bagi peradaban umat manusia. Pada saat yang bersamaan, Pendidikan dan moralitas merupakan investasi yang sangat berharga bagi peradaban umat manusia. Pada saat yang bersamaan, pendidikan dan moralitas juga merupakan pilar yang sangat dibutuhkan bagi kebangkitan dan kemajuan suatu bangsa. Melalui pendidikan dan moralitas, martabat suatu bangsa akan dipertaruhkan. Tulisan ini akan mencoba menelusuri posisi dua hal pokok ini dalam kaitannya dengan perjalanan sejarah bangsa Indonesia. Dalam menelusuri makna penting pendidikan dan moralitas dalam sejarah panjang Indonesia, penulisan ini menggunakan pendekatan analitis Kritis. Pendekatan yang demikian mengikuti beberapa langkah. Langkah-langkah itu meliputi mendeskripsikan, membahas, mengkritisi, dan menyimpulkan. Melalui pendekatan tersebut, dapat disimpulkan beberapa hal berikut. Pertama, pendidikan dan moralitas merupakan dua pilar yang sangat penting bagi teguh dan kokohnya suatu bangsa. Pandidikan adalah suatu proses panjang dalam rangka mengantarkan manusianya untuk menjadi seorang yang memiliki kekuatan intelektual, spiritual, dan moralitas sekaligus. Kedua, Krisis moral yang berkembang dalam suatu bangsa, secara keseluruhan akan sangat membahayakan kelangsungan hidup bangsa tersebut. Bahaya itu antara lain munculnya budaya rakus dan korup. Ketiga, tugas utuk melakukan pencerdasan otak dan pencerahan moral adalah tanggung jawab semua pihak. Namun demikian, para pendidik secara spesifik memiliki tugas khusus, yaitu mencari solusi dan menunjukkan kemampuannya yang prima untuk melihat realitas moral bangsa melalui proses pendidikan. Kata Kunci: Pendidikan, Moralitas Bangsapendidikan dan moralitas juga merupakan pilar yang sangat dibutuhkan bagi kebangkitan dan kemajuan suatu bangsa. Melalui ndidikan dan moralitas, martabat suatu bangsa akan dipertaruhkan. Tulisan ini akan mencoba menelusuri posisi dua hal pokok ini dalam kaitannya dengan perjalanan sejarah bangsa Indonesia. Dalam menelusuri makna penting pendidikan dan moralitas dalam sejarah panjang Indonesia, penulisan ini menggunakan pendekatan analitis Kritis. Pendekatan yang demikian mengikuti beberapa langkah. Langkah-langkah itu meliputi mendeskripsikan, membahas, mengkritisi, dan menyimpulkan. Melalui pendekatan tersebut, dapat disimpulkan beberapa hal berikut. Pertama, pendidikan dan moralitas merupakan dua pilar yang sangat penting bagi teguh dan kokohnya suatu bangsa. Pandidikan adalah suatu proses panjang dalam rangka mengantarkan manusianya untuk menjadi seorang yang memiliki kekuatan intelektual, spiritual, dan moralitas sekaligus. Kedua, Krisis moral yang berkembang dalam suatu bangsa, secara keseluruhan akan sangat membahayakan kelangsungan hidup bangsa tersebut. Bahaya itu antara lain munculnya budaya rakus dan korup. Ketiga, tugas utuk melakukan pencerdasan otak dan pencerahan moral adalah tanggung jawab semua pihak. Namun demikian, para pendidik secara spesifik memiliki tugas khusus, yaitu mencari solusi dan menunjukkan kemampuannya yang prima untuk melihat realitas moral bangsa melalui proses pendidikan. Kata Kunci: Pendidikan, Moralitas Bangsa

Senin, 05 Desember 2011

TIPS MENGHINDARI

Ada beberapa hal yang harus diketahui oleh generasi muda Islam agar terhindar dari virus berbahaya ini, antara lain: pertama, valentine’s day, merupakan budaya Barat yang sebenarnya tidak perlu untuk diadopsi di Indonesia karena memang tidak ada manfaatnya yang substansial bagi masa depan generasi muda dan negara kita. Hari ini, semua kalangan harus menyadari bahwa menyediakan fasilitas untuk terselenggaranya pesta valentine’s day ini sangat berbahaya.

Kedua, generasi muda Islam harus betul-betul selektif dalam memilih dan memilah mana tradisi yang memang merupakan bagian dari Islam dan tidak bertentangan dengan nilai-nilai ajaran Islam dan mana tradisi yang harus kita jauhi disebabkan ia memang bukan berasal dari ajaran Islam dan aplikasinya jelas-jelas bertentangan dengan nilai-nilai etika Islam. Kita hanya mengikuti apa yang telah digariskan oleh Allah swt. (Q.S.  al-A’raf: 3)

Ketiga, generasi muda Islam harus tetap menjaga komitmen keimanan dan keislaman, bukan malah sebaliknya menjadi pengikut buta. Nabi Muhammad saw. mengingatkan: “Barang siapa meniru suatu kaum, maka ia termasuk dari kaum tersebut.” (H.R. At-Tirmidzi). Valentine’s day bukan merupakan bagian dari ajaran Islam, tetapi ia hanya rekayasa pikiran manusia dan upaya untuk melakukan dekonstruksi moral generasi muda Islam. Setiap perbuatan yang tidak berasal dari ajaran Islam dan bertentangan dengan nilai-nilai ajaran Islam itu sendiri maka ia tertolak. (Q.S. an-Nur: 39)

Keempat, isi tanggal 14 Februari dengan kegiatan yang lebih bermanfaat. Seperti membaca buku pelajaran, buku agama atau menggantinya dengan perayaan maulid nabi Muhammad saw. Yang jatuh tanggal 15 Februari tahun ini. Sehingga generasi muda Islam akan lebih merasakan pancaran cermin ketauladanan Rasulullah saw yang telah mengajarkan kasih sayang secara benar.

Akhirnya, sudah jelas mereka (orang kafir) mencoba mengelabui kita (ummat Islam pada umumnya dan generasi muda khususnya) dengan valentine’s day (hari kasih sayang). Dengan berpartisipasi merayakannya berarti kita telah mendekonstruksi moral  dan berhasillah misi mereka untuk menjauhkan kita dari ajaran agama sendiri. Valentine’s day hanya merupakan perwujudan kasih sayang semu yang hanya berlandaskan kekuatan hawa nafsu saja.

Bila kita tetap mengikuti tradisi ini, maka kita telah dibodohi dan diperalat oleh orang-orang kafir yang ingin menyesatkan kita. Semoga kita tidak termasuk kedalamnya. Allah swt. mengingatkan: “…Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kebiasaan mereka setelah datang pengetahuan itu kepadamu, sesungguhnya jika demikian kamu termasuk orang-orang yang zalim.” (Q.S. al-Baqarah: 145). Wallahu a’lamu.  
MAAF BUKAN MAKSUD MENYAKITI AGAMA NON MUSLIM...

VALENTINE DAY MERUSAK MORAL

Tanggal 14 Februari merupakan momentum yang ditunggu-tunggu oleh sebagian kalangan anak muda, terutama remaja ABG (Anak Baru Gede). Apalagi banyak media terutama televisi yang juga turut mempopulerkan momentum ini. Sangat mengherankan memang, mengapa perayaan valentine’s day-14 Februari begitu memasyarakat dikalangan masyarakat Indonesia yang notabene mayoritas muslim.

Valentine’s day yang lebih dipopulerkan dengan hari kasih sayang, ternyata telah berubah menjadi hari sayang-sayangan, mesra-mesraan atau lebih jauh dari itu sex party (pesta sex). Padahal, belum ada ikatan perkawinan yang sah di antara mereka. Berbagai macam cara mereka lakukan untuk mengungkapkan rasa kasih sayang atau cinta (love) kepada teman lawan jenisnya, tidak perduli apakah praktik pengungkapan itu sesuai dengan norma agama atau tidak. Di mulai dari saling mengirim kartu love, bunga dan lainnya sampai kepada perbuatan yang belum pantas dilakukan sebagai bentuk pengaplikasian kasih sayang demi memeriahkan valentine’s day.

Anggapan terhadap perayaan valentine’s day sebagai suatu gaya hidup (life style) ngetrend, tidak kampungan yang sesuai dengan era-kekinian (modern). Padahal kita lihat kebiasaan itu merupakan budaya hedonisme-alias bersenang-senang, berhura-hura, berpoya-poya yang sarat akan pelanggaran norma agama. Ini merupakan budaya Barat yang tidak cocok dengan budaya bangsa kita.

Namun sayang, sebagian besar remaja Islam malah menjadi martir perayaan ini. Remaja Islam hari ini belum banyak yang mengetahui apa dan bagaimana sebenarnya valentine’s day itu. Mereka hanya sekedar menjadi pengikut buta (plagiator sejati) dan terbawa oleh arus yang menyesatkan sehingga mereka mengikut dalam kesesatan itu-muttabi’ fi sayyi’at.

Untuk itu, perlu adanya penyadaran dan penjelasan  tentang bahayanya valentine’s day, terutama berkaitan dengan moral generasi muda Islam hari ini agar mereka tidak terjebak dan tersesat. Perlu diketahui bahwa tradisi perayaan ini, merupakan skenario Barat untuk menjauhkan remaja Islam dari ajarannya.

Makna Valentine’s Day
Dalam Longman Dictionary Contemporary English New Edition, “Valentine means a greeting cart sent to arrive on saint Valentine’s day (February 14th), declaring one’s love for some one.” Terjemahan bebasnya adalah valentine berarti pengiriman kartu ucapan selamat menandai tibanya hari Saint Valentine (mulai tanggal 14 februari), atau pernyataan cinta seseorang pada seseorang yang dicintainya. Realitasnya, perwujudan dari perayaan valentine’s day ini dikemas dengan hal-hal yang bertentangan dengan kode etik ketimuran atau budaya (culture) bangsa ini.

Islam tidak pernah mengajarkan perayaan ini. Ini adalah ritualitas umat lain (non-Islam). Untuk itu generasi muda Islam tidak perlu ikut-ikutan bersentuhan dengannya. Islam menganjurkan untuk berkasih sayang. Tapi, berkasih sayang dalam Islam sesuai dengan aturan main syari’at (Alquran dan Hadits).

Realitas menunjukkan bahwa perwujudan rasa kasih sayang lewat perayaan valentine’s day akhir-akhir ini telah menghancurkan nilai-nilai moral generasi muda  dan bertentangan dengan budaya timur yang dianut negeri ini. Tanggal 14 februari dijadikan sebagai moment penting untuk melakukan sesuatu yang belum pantas dilakukan hanya untuk membuktikan rasa cinta dan sayang kepada seseorang. Generasi muda dibuai dan dihanyutkan oleh hal-hal yang berbau glamour (budaya hura-hura), yang penting enjoy (senang)-having fun, tidak perduli apakah tindakannya sesuai dengan etika atau tidak. Bila kondisi ini dibiarkan, akan sangat berbahaya bagi generasi muda kita, khususnya generasi muda Islam yang juga ikut-ikutan latah merayakan hari ini.

Bagi generasi muda Islam, sudah seharusnya tidak ikut-ikutan, sebab tradisi ini sudah jelas bukan berasal dari ajaran agama  dan sangat bertentangan dengan nilai-nilai etika agama kita. Perlu dilakukan penyadaran bahwa Islam memiliki konsep kasih sayang yang lebih menjamin kebahagiaan dunia dan akhirat.

Kasih sayang dalam Islam itu merupakan fitrah setiap manusia yang bersifat abadi (forever). Setiap saat Islam menganjurkan untuk saling berkasih sayang antar sesamanya. Islam tidak mengajarkan agar berkasih sayang hanya dalam waktu sehari saja, itupun sampai melanggar aturan agama. Islam mengajarkan agar berkasih sang dengan sesama manusia secara terus menerus sepanjang hidupnya (the whole of life). Rasulullah saw. menegaskan: “Tidak dikatakan beriman salah seorang di antara kamu jika kamu tidak mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri.” Allah swt. berfirman: “Muhammad adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dia adalah tegas terhadap orang kafir, dan berkasih sayang sesama mereka.” (Q.S. al-Fath: 29)

LANJUTAN DARI TANTANGAN

  1. Rencana Kaum Yahudi dan Masoni
    Dalam protokolnya, kaum Yahudi berkata, "Kita harus bekerja merusak akhlak manusia di setiap tempat, sehingga mereka mudah kita kuasai. Sesungguhnya Sigmund Freud adalah orang kita. Pikiran-pikirannya akan terus mengekspose hubungan seksual di bawah terik matahari sehingga tidak ada lagi sesuatu yang dianggap suci dalam pandangan kaum muda dan jadilah cita-citanya yang tertinggi adalah bagaimana cara untuk dapat memuaskan nafsu seksualnya. Jika keadaan sudah demikian, maka saat itulah moral kaum muda menjadi bobrok."
    Mereka juga mengatakan, "Kita harus memperalat kaum wanita, kapan wanita menyodorkan tangannya kepada kita, maka saat itulah kita akan sukses menyebarkan perbuatan-perbuatan haram, dan kaum wanita itulah yang akan menghancurkan para tentara pembela agama."
    Karena itu lah orang-orang Yahudi mengambil pikiran-pikiran Sigmund Freud untuk memalingkan para pemuda agar cita-cita tertingginya adalah bagaiamana memuaskan syahwat dan menikmati kehidupan yang bebas dan serba boleh.
    Rencana Kaum Kolonialis dan Salibi
    Salah seorang tokoh kolonialis berkata, "Cawan minuman dan wanita dapat membuat kerusakan lebih besar pada umat Muhammad dari pada kerusakan yang ditimbulkan oleh 1000 mortir, serta dapat menenggelamkannya dalam lauatan cinta terhadap materi dan syahwat..."
    Dalam Kongres Missionaris Kristen di Al-Quds, Pastur Samuel Zwemer, berkata, "Sesungguhnya kalian telah menyiapkan generasi muda yang tak mengenal hubungan dengan Allah di negeri-negeri Islam..., generasi tersebut akan tercetak sesuai dengan keinginan kaum kolonialis, generasi yang mempedulikan persoalan0-persoalan besar, hanya senang bersantai-santai dan bermalas-malasan, keinginannya di dunia hanyalah mencari kesenangan. Jika belajar maka tujuannya adalah untuk mencari kesenangan, jika mengumpulkan harta juga hanya untuk bersenang-senang, dan jika menduduki jabatan maka tujuannya hanyalah untuk mencari kesenangan dan melampiaskan syahwat."
    Tidak ada maksud dan tujuan lain dari rencana kaum kolonialis Kristen itu kecuali memalingkan para pemuda Islam dari medan-medan perjuangan dan jihad, sehingga mereka tidak lagi berpikir tentang upaya-upaya untuk meraih kemuliaan dan kejayaan.
    Rencana Kaum Komonis dan Paham Materialisme
    1. Memalingkan perhatian kaum muslimin dari akidah Uluhiyah dengan pentas-pentas hiburan.
    2. Memalingkan generasi Islam dari keislamannya dengan cerita-cerita, surat-surat kabar, dan majalah-majalah.
    Diantara slogan-slogan dusta yang dihasung oleh orang-orang Yahudi dan Salibi, para missionaris Kristen, dan kaum orientalis ialah kebebasan wanita. Kebebasan yang dimaksud disini adalah kebebasan dari rumah mereka, bebas berpakaian, bebas dari akhlak dan akidah.
    Oleh sebab itulah, Pastur Samuel Zwemer berkata, "Hendaklah para missionaris tidak berputus asa jika melihat hasil dari kristenisasi mereka terhadap umat Islam belum nampak besar, sebab telah menjadi suatu kepastian bahwa telah tumbuh satu kecenderungan kuat dalam hati orang Islam untuk mempelajari ilmu-ilmu Barat dan menerima doktrin kebebasan wanita..."
    Dari pernyataan-pernyataan dan rencana musuh Islam yang telah dikemukakan, terlihat jelas bahwa kaum Yahudi, Salibi, Komunis, missionaris Kristen dan kaum orientalis, semua bersatu padu, bahu membahu untuk merusak masyarakat Islam melalui jalan: minuman keras, seks, teater, majalah-majalah, penyebaran cerita-cerita dan sandiwara amoral, mengangkat slogan-slogan seperti kebebasan wanita dan persamaan hak dengan kaum lelaki, penentangan terhadap ajaran agama dan tradisi Islam. Sungguh sangat disayangkan mereka telah berhasil mencapai tujuan busuknya dan maksud kejinya hingga kita melihat para pemuda dan pemudi kita dibanyak negeri Islam telah memperturutkan keinginan dan hawa nafsunya, mereka tergelincir di tempat-tempat yang melarutkan iman dan mengeroposkan akhlak mereka. Mereka tak punya cita-cita dan tujuan hidup selain memuaskan keinginan mereka, melampiaskan hasrat dan nafsu mereka, serta berkubang di lembah nista, dan berpaling secara total dari tugas suci mereka untuk mengemban risalah Islam, berjuang dan berjihad. Bahkan, cita-cita terbesar mereka adalah menyaksikan film-film porno, atau sandiwara-sandiwara mesum, atau panggung-panggung lawak, atau mencari sarang-sarang pelacuran.
    Maka yang harus dilakukan adalah mengetahui realita ini dan kemudian berhati-hati dan waspada terhadap rencana-rencana keji musuh dan persekongkolan jahat musuh yang ditujukan kepada umat Islam. 
  2. Tantangan Media Massa
    Telah diketahui, media massa jika digunakan untuk tujuan negatif, maka ia dapat menjadi sarana paling hebat dan ampuh dalam merusak masyarakat, melarutkan kaum muda, melemahkan putra-putri umat, melepaskan kaum wanita dari tatanan moral dan agama, Hal itu karena media massa berinteraksi langsung dengan jutaan orang melalui program-program, pesan-pesan, dan kata-katanya, mayoritas dari jutaan orang tadi adalah kuam awam dan polos, yang memiliki unsur kebaikan dan hawa nafsu. Mereka akan terpengaruh oleh kata-kata yang dibaca, atau didengar, atau dilihat di dalamnya.
    Sungguh sangat disayangkan, media massa di negeri-negeri Islam --kecuali yang dirahmati Allah-- hampir seluruhnya digunakan untuk menyebarkan hal-hal yang keji, untuk mengundang kejahatan dan untuk membuat kerusakan di muka bumi. Hal tersebut dapat mengakibatkan rusaknya akidah, hancurnya moral, dan runtuhnya nilai-nilai dan idealisme.
    Itu semua, terdapat peranan orang-orang Masoni, yang diotali oleh orang-orang Yahudi dalam melakukan kerusakan dan menguasai jaringan media massa, baik visual, audio, maupun cetak.
    Salah seorang zionis, Theodore Hertzl, dalam bukunya memorinya mengatakan, "Banyak berteriak adalah segalanya, kenyataannya banyak berteriak membawa kepada pekerjaan-pekerjaan besar."
    Yang dimaksud dengan banyak berteriak ialah propaganda yang senantiasa didengung-dengungkan lewat media massa, hal itu karena propoganda lebih kuat dampaknya dan lebih mengena sasaran, bahkan ia bisa memikat pandangan, menghasilkan pendukung, melemahkan musuh, dan mewujudkan tujuan.
    Dalam Protokolat ke VII, dinyatakan, "Kita harus mendikte pemerintahan-pemerintahan non Yahudi melalui cara yang mereka sebut dengan istilah opini publik. Kita membentuk opini publik melalui media yang paling kuat dampak pengaruhnya yakni surat kabar, yang kesemuanya berada dalam genggaman kekuasaan kita." 
  3. Tantangan Hukum dan Perundang-undangan
    Hal ini merupakan tantangan krisis moral paling nyata yang dihadapi generasi muda Islam pada masa kejatuhan dan kesesatan. Dengan mengatasnamakan hukum, kehormatan dan kesucian dianggap sesuatu yang bebas. Dengan atas nama hukum, para pedagang seks membuka rumah-rumah pelacuran, panti-panti pijat dan kafe-kafe minuman keras. Dengan atas nama hukum, kaum pria dan wanita bebas bertelanjang badan, bercampur aduk tanpa rasa malu.
    Dengan atas nama hukum, maka terbuka pintu yang demikian luas bagi penerbitan, penulis, dan insan pers untuk menulis, mengarang dan menyebarkan apa saja sesuka hati mereka, kendati tulisan tersebut mengajak kepada pembolehan zina, kebebasan kaum wanita, pemuasan nafsu, pelecehan dan pengabaian terhadap nilai-nilai kemuliaan dan kehormatan.
    Dengan mengatasnamakan hukum ini, dengan mengatasnamakan kebebasan mengemukakan pendapat, dan dengan mengatasnamakan deomokrasi, maka setiap insan pers berhak menggunakan media massa apapun untuk merusak, memutar balikkan fakta, dan melecehkan. Mereka merusak moral dan tatanan Islam dikarenakan mendapat perlindungan hukum.
    Bagaimana umat Islam bisa berpegang teguh pada nilai-nilai akhlak yang karimah dan bisa konsisten di jalan tersebut, apabila hukum dan undang-undang di sebagian besar negeri-negeri Islam melindungi perbuatan-perbuatan rendah, memudahkan jalan kemungkaran dan mengkondisikan faktor-faktor yang menyebabkan rusak dan bobroknya moral generasi Islam?
    Solusi untuk menghadapi itu semua adalah hendaknya kaum muslimin di semua tempat melakukan perlawanan dan mengambil posisi mereka di negeri-negeri mereka dan melaksanakan tanggung jawab mereka dalam melakukan perbaikan dan perubahan di tengah-tengah masyarakat mereka, dalam rangka menghadapi tantangan-tantangan yang melanda umat mereka dengan keteguhan iman, semangat patriotisme, rencana dakwah, beriltizam pada jama'ah dan tanggung jawab perbaikan.
    Sungguh jika mereka melakukan hal itu, Allah akan selalu bersama mereka dan tidak akan sekali-sekali meninggalkan mereka. Allah berfirman, "Hai orang-orang beriman, jika kalian menolong agama Allah niscaya Dia akan menolong kalian dan meneguhkan kedudukan kalian," (Muhammad: 7).
    Solusi lain yang tak diragukan lagi bahwa pernikahan yang disyariatkan Islam kepada para pemuda, saat mereka berusia remaja merupakan generasi terbaik dalam menjaga akhlak mereka, menundukkan pandangan mata mereka dan menjaga kemaluan mereka. Rasulullah saw. bersabda, "Wahai para pemuda! Siapa diantara kalian yang telah mampu menikah, maka hendaklah ia menikah, yang demikian itu lebih menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan."
    Akan tetapi, jika mereka belum memperoleh jalan untuk menikah karena berbagai kendala maka hendaknya mereka berpegang pada tali kesucian dan kehormatan. Allah berfirman, "Dan orang-orang yang tidak mampu menikah, hendaklah menjaga kesucian dirinya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya," (An-Nur: 33).
    Adapun sarana-sarana yang dapat mendukung para pemuda dalam menjaga kesucian dan kehormatannya adalah:
    1. Menundukkan pandangan
      Allah berfirman, "Katakanlah kepada kaum lelaki yang beriman, 'Hendaklah mereka menahan pandangan dan memelihara kemaluannya. Yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.' Katakanlah kepada para wanita mukminat, 'Hendaklah mereka menahan pandangan dan memelihara kemaluannya'," (An-Nuur: 30-31). 
    2. Rutin berpuasa sunnah
      Rasulullah saw. bersabda, "Wahai para pemuda! Siapa diantara kalian yang telah mampu menikah, maka hendaklah ia menikah, yang demikian itu lebih menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan. Barangsiapa belum mampu, maka hendaklah berpuasa, karena sesungguhnya puasa itu jadi peredamnya syahwat."
      Dibalik puasa tersebut terdapat hikmah yang sangat agung, diantaranya adalah:
      1. Meningkatkan muraqabah (merasa diawasi) seseorang kepada Allah baik saat sepi maupun ramai. 
      2. Meringankan pemuda dari gejolak syahwat dan nafsu birahi. 
    3. Menjauhkan diri dari hal-hal yang membangkitkan gejolak syahwat
      Rasulullah saw. bersabda, "...barangsiapa terjerumus dalam syubhat, akan terjerumus ke dalam haram. Ingatlah bagi setiap gembala itu ada larangan, dan sesungguhnya larangan Allah itu adalah hal-hal yang diharamkan," (HR Bukhari). 
    4. Mengisi waktu-waktu luang dengan hal-hal yang bermanfaat
      Rasulullah saw. bersabda, "...rakuslah terhadap sesuatu yang bermanfaat bagimu dan mintalah pertolongan kepada Allah dan jangan bersikap lemah," (HR Bukhari).
      Terapi untuk melepaskan diri dari semua ini, hendaknya tahu bagaimana harus melewatkan waktu-waktu senggangnya, baik dengan berolahraga, atau pun berefektifitas lain yang bermanfaat. 
    5. Berteman dengan orang shaleh
      Rasulullah saw. bersabda, "Jangan kamu berteman kecuali dengan orang beriman dan jangan makan makananmu kecuali orang bertakwa," (HR At-Tirmidzi).
      "Seseorang itu mengikuti agama teman karibnya, maka hendaknya seseorang diantara kalian melihat dengan siapa dia berteman karib," (HR Tirmidzi). 
    6. Mengambil ajaran ilmu kesehatan
      Rasulullah saw. bersabda, "Hikmah itu adalah milik orang beriman yang hilang, maka dimana pun ia mendapatkannya, ia lebih berhak atasnya," (HR Tirmidzi dan Al- Askari).
      Diantara kiat-kiat yang diberikan oleh para ahli kedoteran dan kesehatan untuk mengurangi gejolak syahwat dan dorongan nafsu yang mengeram dalam diri adalah :
      1. Banyak berendam di air dingin pada musim panas 
      2. Banyak berolah raga dan senam badan 
      3. Menghindari makanan dan masakan yang mengandung rempah-rempah dan bumbu-bumbu karena kedua bahan itu dapat membangkitkan syahwat 
      4. Mengurangi sedapat mungkin minuman yang merangsang syaraf seperti kopi dan teh 
      5. Jangan banyak makan daging dan telur 
      6. Jangan tidur terlentang atau tengkurap tapi mengikuti sunnah, yakni miring di atas lambung kanan dan wajah menghadap kiblat 
    7. Memperdalam muraqabah kepada Allah, baik di waktu sepi maupun ramai
      Rasulullah saw. bersabda, "...ihsan ialah engkau menyembah Allah seolah-seolah engkau melihat-Nya, jika engkau tidak melihat-Nya maka sesungguhnya Allah melihatmu," (HR Bukhari dan Muslim).
    Peranan Kaum Muslimin dalam Menghadapi Krisis Moral
    1. Bergabung sepenuh hati ke dalam barisan jama'ah yang komitmen terhadap Islam
    2. Ikut terjun di medan dakwah dengan semangat yang tinggi dan tekad yang membara
    3. Menopang materi dakwah yang diserukan dengan hujah-hujah yang terbantahkan, dengan bukti-bukti yang pasti dan dengan logika yang rasional, memuaskan dan akurat
    4. Memperlihatkan akhlaq luhur dan sikap santun dalam berdakwah
Sumber: Diringkas dari kitab Asy-Syabab al-Muslimu Fii Muwaajahati at-Tahaddiyaati, atau Aktivis Islam Menghadapi Tantangan Global, karya: Dr. Abdullah Nashih 'Ulwan, terj. Abu Abu Abida al-Qudsi (Pustaka Al -'Alaq, 2003), hlm. 87-125.

TANTANGAN MORAL

Tantangan yang harus dihadapi oleh para pemuda muslim di zaman yang penuh dengan kemesuman dan kemaksiatan serta tak mengenal rasa malu, adalah tantangan krisis moral (dekadensi moral) serta kerusakan sosial. Orang biasa yang menghadapi tantangan ini tidak mampu melawannya, bahkan seringkali terpaksa harus melepaskan diri dari ikatan nilai-nilai kepatutan dan membebaskan diri dari budi pekerti yang terpuji dan mulia, serta memerdekakan diri dari tradisi-tradisi Islam yang asli, lalu setelah itu ia terjerumus ke dalam kubangan lumpur nafsu dan syahwat tanpa ada benteng pencegah berupa agama ataupun kendali berupa nurani sama sekali. Tentu saja perbuatan hina itu mencampakkan kemuliaannya, melarutkan kepribadiannya, dan menghancurkan eksistensinya.
Tantangan moral yang dihadapi oleh generasi Islam hari ini sangat banyak dan beraneka ragam. Diantaranya ada yang berupa adat istiadat, ada pula yang datang dari diri sendiri, ada yang berasal dari pengaruh asing, adapula yang datang melalui media massa dan ada pula yang bersumber dari undang-undang.
  1. Tantangan Adat Istiadat
    Seorang wanita yang meminta mahar yang begitu mahal hanya karena mengikuti adat istiadatnya, maka hal seperti itu tidak sejalan dengan apa yang telah digariskan oleh Rasulullah saw. kepada umatnya, beliau bersabda, "Jika datang kepada kalian seseorang yang kalian ridha terhadap akhlak dan agamanya, maka nikahkanlah ia (dengan anak gadis kalian)," (HR Bukhari dan Muslim).
    Rasulullah saw. juga bersabda, "Carilah mahar meski hanya sebuah cincin besi," (HR Bukhari dan Muslim).
    Rasulullah saw. juga telah memberi pengarahan kepada para wanita, beliau bersabda, "Sesungguhnya termasuk diantara wanita terbaik adalah yang paling ringan maharnya," (HR Ibnu Hibban dalam shahihnya).
    "Keberkahan terbesar bagi para wanita adalah yang memudahkan urusan maharnya," (HR Ahmad dan Al-Baihaqi).
    Dalam potret para salaf, Said bin Musayyab ketika menikahkan putrinya yang cantik jelita, ia menikahkan putrinya dengan seorang muridnya yang miskin, Abdullah bin Abu Wada'ah, hanya dengan mahar tiga dirham karena beliau mengetahui si murid sekufu dengan putrinya dalam agama, akhlaq, dan ilmunya. Padahal sebelumnya, Khalifah Abdul Malik bin Marwan mengajukan pinangan untuk putra mahkotanya, Alwalid bin Abdul Malik. Namun, Sa'id bin Al-Musayyab menolak pinangan tersebut kendati beliau tahu pihak yang meminang mempunyai kedudukan dan kekayaan yang demikian besar. Akibat penolakan tersebut, beliau harus menanggung derita, cobaan, kesengsaraan, dan berbagai bentuk intimidasi dari penguasa.
    Potret para salaf tersebut cukup menjadi solusi untuk memecahkan permasalahan mahar, tanpa harus mengikuti adat istiadat. Hal tersebut karena para salaf mengikuti jalan yang telah Rasulullah saw. perintahkan dalam sabdanya, "Jika datang kepada kalian seseorang yang kalian ridha terhadap agama dan akhlaknya maka nikahkanlah ia dengan putri kalian. Jika tidak dilakukan, maka akan timbul fitnah dan kerusakan besar di muka bumi," (HR At-Tirmidzi).
    Jika para wali menjalankan perintah tersebut, maka para pemuda akan mendapatkan jalan menikah dengan mudah, mereka akan terbebas dari bayang-bayang yang senantiasa menghantui pikiran mereka, yakni mahalnya mahar dan tingginya biaya pernikahan. Mereka pun dapat menghadapi tantangan krisis moral dengan menggairahkan dunia pernikahan, mencabut akar kerusakan, dan krisis moral dalam masyarakat Islam. 
  2. Tantangan Diri Sendiri
    Tantangan ini lebih berat dan lebih dahsyat dari segala macam tantangan krisis moral. Para pemuda yang sedang dilanda kelemahan iman, akan berani melakukan dosa dan kesalahan serta penyimpangan moral. Terlebih, jika para pemuda itu dikuasai oleh syetan manusia dan syetan jin, maka mereka akan mengikuti hawa nafsu dan menyambut dengan patuh bujukan-bujukan nafsunya.
    Solusi praktis untuk membebaskan diri dari tantangan itu semua adalah dengan mengokohkan akidah rabbaniyah dalam diri, mengisi waktu-waktu luang dengan hal-hal yang bermanfaat bagi kehidupan, bergaul dengan orang-orang bertakwa dan beriman serta menggabungkan diri dengan jama'ah Islam yang berupaya terus menerus mendidik dan membentuk kepribadian. Dengan jalan itu semua, maka akan menjadi sosok manusia yang shaleh dan hamba-hamba Allah yang bertakwa serta istiqomah. Bahkan, akan menjadi contoh teladan bagi yang lain. 
  3. Tantangan Pengaruh Asing
    Diantara pengaruh asing adalah semua rencana-rencana yang dirancang oleh musuh-musuh Islam untuk merusak masyarakat Islam agar secara bertahap terjerumus dalam dalam kehidupan tak bermoral dan terlempar ke tempat-tempat menyesatkan.

URGENSI INFORMASI MORAL

Akhir-akhir ini, kerusakan alam sekitar kita semakin parah. Kerusakan yang terjadi bukan hanya kerusakan lahir, akan tetapi lebih dari itu, adalah kerusakan yang lebih parah, yaitu kerusakan batin atau kerusakan moral. Kerusakan lahir misalnya kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh ulah tangan manusia, seperti penebangan hutan secara illegal (illegal loging), penambangan yang tidak mengindahkan prosedur, dan pembuangan sampah sembarangan yang mengakibatkan kerusakan besar yang sifatnya mikro yaitu timbulnya bencana, seperti banjir, dan tanah longsor, atau yang sifatnya makro yaitu pemanasan global. Pemanasan global telah menyebabkan perubahan cuaca dan iklim.
Belum lagi kerusakan antar sesama anggota masyarakat yang merugikan banyak orang seperti korupsi, kolusi, suap dan lain sebagainya. Pun juga bentuk tindak kekerasan, dan tindakan amoral yang terjadi antar sesama anggota masyarakat atau bahkan sesama anggota keluarga. Hampir setiap hari kita disuguhi berita-berita tentang pembunuhan, perampokan, pergaulan bebas, pencabulan, aborsi, penggunaan obat-obatan terlarang dan lain sebagainya. Karena terlalu sering hal ini kta dengar sampai-sampai kita terbiasa dan kita seakan menganggapnya legal dan sesuai dengan norma kesusilaan. Padahal kita hidup dalam negara yang diklaim sebagai negara yang berpenduduk muslim terbesar sedunia. Juga diklaim sebagai negara hukum, negara bermoral, Negara dengan masyarakatnya yang religius, beradab dan klaim-klaim indah lainnya yang apabila didengar sangat menjukkan hati. 
Kerusakan-kerusakan ini semua terjadi pada dasarnya berpangkal pada kerusakan moral atau akhlaq manusia. Hal ini terjadi salah satunya akibat manusia tidak menangkap pesan moral yang dibawa oleh nabinya, pesan moral yang terdapat dalam Alqur’an dan Sunnah. Atau mereka sebenarnya menangkap pesan-pesan tersebut hanya saja menjadikannya sebagai bahan kajian, sebagai mata pelajaran dan setelah itu dibiarkan mengendap di dalam otak tanpa ditransformasikan dalam perilaku sehari-hari.
Aktifitas sehari-hari yang kita kerjakan sering terjebak dalam arus  kepentingan-kepentingan pragmatis yang selalu disertai dengan sikap egois. Kita mengklaim telah bermu’amalah sesuai dengan ajaran Alqur’an dan Sunnah, telah melaksanakan aktifitas ekonomi sesuai dengan syari’at Islam, telah melakukan kegiatan politik sesuai dengan ajaran nabi, atau telah mengembangkan kebudayaan sesuai dengan ajaran agama.
Klaim tersebut tidaklah sepenuhnya salah, namun sudah tentu tidak sepenuhnya benar. Saat ini harus diakui banyak terjadi kezhaliman dan penzhaliman dalam aktifitas-aktifitas tersebut. Dari aktivitas ekonomi, politik sosial, dan kebudayaan. Hal ini, sekali lagi, terjadi karena kita melupakan pesan moral yang ada dalam ajaran agama dan terjebak dalam kepentingan pragmatis kita, sehingga – misalnya – dalam kegiatan ekonomi kadangkala kita bersikap seperti kapitalis dan menzhalimi saudara kita dan kita tetap berdalih bahwa apa yang dilakukan telah sesuai dengan syari’at Islam. Atau dalam politik, menggunakan ayat-ayat dan hadits serta simbol-simbol agama, padahal semuanya adalah untuk kepentingan pragmatis pribadi dan golongan/ kelompok saja, jauh dari moralitas Islam.
Penulis berpandangan bahwa banyaknya kerusakan yang terjadi adalah bukan karena kegagalan agama dalam membangun masyarakat bermoral, melainkan kegagalan umat memahami pesan moral agama dan kegagalan mentransformasikannya dalam kehidupan sosial. Agama hanya dipahami sebagai aturan-aturan legal formal yang hanya menyediakan pahala dan dosa, ganjaran dan hukuman, surga dan neraka, yang wujudnya bersifat abstrak. Padahal, selain mengandung aturan legal formal (yang jumlahnya amat sedikit), agama mempunyai ajaran moral yang merupakan inti, sebagai perangkat untuk menciptakan masyarakat yang ideal, aman, tentram, tertib, dan membawa kebahagiaan di dunia dan akhirat. Dari sini juga dapat dipahami bahwa pada dasarnya syariat agama hanya untuk kebaikan dan kepentingan manusia. Tuhan sama sekali tidak mempunyai kepentingan sedikitpun akan syari’atnya, sebagaimana dikatakan “inna syari’ata mabnaha wa asasuha mashalihul ‘ibadi fi dunyaahum wa ukhraahum, bahwa sesungguhnya syariat itu dibangun dengan asas dan landasan kemaslahatan bagi manusia di dunia dan akhiat.
Berangkat dari kenyataan di atas, melalui tulisan ini, penulis mengajak kaum muslimin untuk kembali memahami dengan seksama pesan-pesan inti agama, yaitu pesan moral, dan kemudian mentransformasikannya dalam kehidupan sehari-hari, baik secara individu maupun sosial. Jangan sampai kita hanya bisa memahami namun tidak mau beraksi. Transformasi ajaran moral Islam dalam kehidupan masyarakat bisa dikatakan sebagai proses refleksi memahami wahyu paling dalam, the depth hermeneutic, dan ini harus berjalan secara dialogis agar menghasilkan aksi. Tujuan akhir dari transformasi ajaran moral agama ini adalah praksis sosial dalam masyarakat, baik dalam ekonomi, politik dan sebagainya  agar tercipta masyarakat yang aman, tentram, sa’idun fil dunya wal akhirah. Wallahu a’lam bishshawab.

MEMPERTEGAS PESAN MORAL

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.
(Q.S. Al Ahzaab [33]: 21).

Rasulullah SAW bersabda: ”sesungguhnya aku diutus untuk menyenpurnakan akhlaq.” Hadits ini secara tegas menyatakan bahwa Allah mengutus nabi Muhammad SAW adalah untuk menegakkan akhlaq. Dari sini dapat ditarik sebuah pemahaman yang lebih luas bahwa Allah mengutus para nabi dan rasul-Nya tidak lain adalah untuk menegakkan akhlaq atau moral manusia. Untuk memperlancar tugas suci ini Allah memberikan tuntunan melalui wahyu yang kemudian disebut dengan kitab suci. Nabi Muhammad SAW, sebagai nabi terakhir dituntun dan dibantu dengan Al-Quran sebagai panduan yang dalam konteks ini adalah sebagai kitab pokok tuntunan moral, bukan karya ilmiah, bukan juga kitab hukum, tidak juga kitab politik, pun juga bukan kitab ekonomi dan lain sebagainya. Bahwa ada sebagian kecil ayat yang membicarakan masalah-masalah tersebut, hanyalah prinsip-prinsip dasar yang harus dikembangkan oleh manusia sendiri yang dikaruniai akal. Pesan dasarnya adalah bahwa semua kegiatan tersebut harus dilakukan sesuai dengan pesan moral agama yang terdapat dalam ayat-ayat tersebut.
Adanya ayat-ayat hukum misalnya, ia dicantumkan sebagai ajaran untuk ditegakannya hukum yang pada dasarnya adalah sebagai pengawal nilai moral yang ada dalam Alqur’an. Dengan adanya aturan-aturan hukum maka manusia diharapkan dapat menegakkan keadilan yang merupakan ajaran moral yang universal. Sebagai perangkat untuk menciptakan keadilan, hukum, sebagaimana dinyatakan oleh H.L.A. Hart dalam General Theory of Law and State (1965), harus meliputi tiga unsur nilai, yakni kewajiban, moral dan aturan. Karenanya hukum tidak dapat dipisahkan dari dimensi moral, demikian dikatakan juga oleh Jeffrie Murphy dan Jules Coelman dalam The Philosophy of Law (1984).
Hukum adalah jaring terluar sebagai pengawal moral, artinya, minimal manusia menjalankan yang diperintahkan oleh hukum dan meninggalkan hal yang dilarangnya. Adapun maksimal adalah tidak terbatas, yaitu menjalankan moral-moral yang terekam dalam barisan ayat-ayat Alqur’an dan Sunnah. Oleh karena itu wajar bila ada yang mengatakan bahwa apabila masyarakat sudah bermoral maka ia tidak memerlukan hukum, karena moral lebih tinggi dari hukum. Demikian juga dalam masalah-masalah lainnya, politik, ekonomi, budaya dan lain sebagainya.
Islam sebagai agama moral sudah kaya akan konsep-konsep, baik terkait dengan ketuhanan maupun kemanusiaan, konsep relasi yang sehat secara vertikal dan horizontal; seperti konsep tauhid, keadilan, persamaan, toleransi, sampai yang terkait dengan kebersihan. Konsep-konsep ini diturunkan dan disyariatkan adalah sebagai ajaran moral demi terciptanya relasi yang sakral vertikal antara manusia dengan Tuhannya dan relasi harmonis, dinamis, dan konstruktif fungsional horizontal yang profan antara manusia dengan manusia, serta dengan seluruh makhluk di muka bumi ini. Kedua relasi ini harus berjalan secara seimbang, karena kalau tidak maka manusia akan merasakan kehinaan.  Allah SWT berfirman dalam surat Ali Imran [3] ayat 112:
Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia.
Melihat fenomena sosial yang muncul dalam kehidupan sehari-hari kita Islam seolah tidak mempunyai konsep-konsep yang indah ini. Lalu apakah konsep hanya sekedar konsep yang hanya tertulis dalam kertas? Atau apakah pada dasarnya umat Islam sudah memahami konsep tersebut, akan tetapi membiarkannya mengendap dalam alam pikirannya dan bersemayam di dalam kantongnya? Atau kita sudah memahaminya dan melaksanakannya tapi hanya sekedar sebagai sarana untuk menciptakan keshalihan spiitual individu dan tidak tertransfomasikan secara luas ke dalam kehidupan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari?

PERBEDAAN AKLAH, ETIKA DAN MORAL


I.ETIKA
Etika merupakan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan upaya menentukan perbuatan yang di lakukan manusia untuk dikatakan baik atau buruk, dengan kata lain aturan atau pola tingkah laku yang di hasilkan oleh akal manusia.
Dengan adanya etika pergaulan dalam masyarakat akan terlihat baik dan buruknya. Etika bersifat relative yakni dapat berubah-ubah sesuai dengan tuntutan zaman.
II. MORAL
Suatu istilah yang digunakan untuk menentukan batas-batas dari ssifat peranlain, kehendak, pendapat atau perbuatan yang secara layak dapat di katakan benar, salah, baik, atau buruk.
Jika pengertian etika dan moral tersebut dihubungkan satu dengan yang lainnya kita dapat mengatakan bahwa antara etika dan moral memiliki obyek yang sama yaitu sama-sama membahas tentang perbuatan manusia untuk selanjutnya di tentukan posisinya baik atau buruk. Namun demikian dalam hal etika dan moral memiliki perbedaan
Dengan demikian tolak ukur yang di gunakan dalam moral untuk mengukur tingkah laku manusia adalah adat istiadat, kebiasaan, dan lainnya yang berlaku di masyarakat. Etika dan moral sama artinya tetapi dalam pemakaian sehari-hari Ada sedikit perbedaan. Moral di pakai untuk perbuatan yang sedang di nilai, sedangkan etika di pakai untuk system nilai yang Ada.

III. AKHLAK
Akhlak adalah pembahasan tentang perbuatan-perbuatan manusia, kemudian menetapkannya apakah perbuatan tersebut tegolong perbuatan yang baik atau perbuatan yang buruk atau berisi pembahasan dalam upaya mengenal tingkahlaku, kemudian memberikan hukum kepada perbuatan tersebut, yaitu apakah perbuatan tersebut tergolong baik atau buruk.
Adapun 5 ciri yang terdapat dalam perbuatan akhlak adalah:
1. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam kuat dalam diri seseorang, sehingga telah menjadi kepribadiannya.
2. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah dengan menggunakan tanpa pemikiran.
3. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya, tanpa Ada paksaan atau tekanan dari luar (atas dasar dan keinginan diri sendiri) tanpa paksaan.
4. Perbuatan akhlak adalah perbutan yang di lakukan dengan sesungguhnya, bukan bermain-main atau karena bersandiwara.
5. Sejalan dengan ciri yang ke-4 perbuatan akhlak (khususnya anak yang baik) adalah perbuatan yang dilakukan karena ikhlas semata-mata karena Allah SWT, bukan karena di puji orang atau karena ingin mendapat suatu pujian


Jumat, 02 Desember 2011

faktor-faktor penurunan

1. Kurangnya perhatian dan pendidikan agama oleh keluarga
Orang tua adalah tokoh percontohan oleh anak-anak termasuk didalam aspek kehidupan sehari-hari tetapi didalam soal keagamaan hal itu seakan-akan terabaikan. Sehingga akan lahir generasi baru yang bertindak tidak sesuai ajaran agama dan bersikap materialistik.
2. Pengaruh lingkungan yang tidak baik
Kebanyakan remaja yang tinggal di kota besar menjalankan kehidupan yang individualistik dan materialistik. Sehingga kadang kala didalam mengejar kemewahan tersebut mereka sanggup berbuat apa saja tanpa menghiraukan hal itu bertentangan dengan agama atau tidak, baik atau buruk.
3. Tekanan psikologi yang dialami remaja
Beberapa remaja mengalami tekanan psikologi ketika di rumah diakibarkan adanya perceraian atau pertengkaran orang tua yang menyebabkan si anak tidak betah di rumah dan menyebabkan dia mencari pelampiasan.
4. Gagal dalam studi/pendidikan
Remaja yang gagal dalam pendidikan atau tidak mendapat pendidikan, mempunyai waktu senggang yang banyak, jika waktu itu tidak dimanfaatkan sebaik-baiknya, bisa menjadi hal yang buruk ketika dia berkenalan dengan hal-hal yang tidak baik untuk mengisi kekosongan waktunya.
5. Peranan Media Massa
Remaja adalah kelompok atau golongan yang mudah dipengaruhi, karena remaja sedang mencari identitas diri sehingga mereka dengan mudah untuk meniru atau mencontoh apa yang dia lihat, seperti pada film atau berita yang sifatnya kekerasan, dan sebagainya.
6. Perkembangan teknologi modern
Dengan perkembangan teknologi modern saat ini seperti mengakses informasi dengan cepat, mudah dan tanpa batas juga memudahkan remaja untuk mendapatkan hiburan yang tidak sesuai dengan mereka.

development moral

Perkembangan moral (moral development) berhubungan dengan peraturan-peraturan dan nilai-nilai mengenai apa yang harus dilakukan seseorang dalam interaksinya dengan orang lain. Anak-anak ketika dilahirkan tidak memiliki moral (imoral). Tetapi dalam dirinya terdapat potensi yang siap untuk dikembangkan. Karena itu, melalui pengalamannya berinteraksi dengan orang lain (dengan orang tua, saudara dan teman sebaya), anak belajar memahami tentang perilaku mana yang baik, yang boleh dikerjakan dan tingkah laku mana yang buruk, yang tidak boleh dikerjakan.

Teori Psikoanalisis tentang perkembangan moral menggambarkan perkembangan moral, teori psikoanalisa dengan pembagian struktur kepribadian manusia menjadi tiga, yaitu id, ego, dan superego. Id adalah struktur kepribadian yang terdiri atas aspek biologis yang irasional dan tidak disadari. Ego adalah struktur kepribadian yang terdiri atas aspek psikologis, yaitu subsistem ego yang rasional dan disadari, namun tidak memiliki moralitas. Superego adalah struktur kepribadian yang terdiri atas aspek social yang berisikan system nilai dan moral, yang benar-benar memperhitungkan "benar" atau "salahnya" sesuatu.

Hal penting lain dari teori perkembangan moral Kohlberg adalah orientasinya untuk mengungkapkan moral yang hanya ada dalam pikiran dan yang dibedakan dengan tingkah laku moral dalam arti perbuatan nyata. Semakin tinggi tahap perkembangan moral sesorang, akan semakin terlihat moralitas yang lebih mantap dan bertanggung jawabdari perbuatan-perbuatannya.

tahap-tahap

Pada masa remaja, laki-laki dan perempuan telah mencapai apa yang oleh Piaget disebut tahap pelaksanaan formal dalam kemampuan kognitif. Sekarang remaja mampu mempertimbangkan semua kemungkinan untuk menyelesaikan suatu masalah dan mempertanggungjawabkannya berdasarkan suatu hipotesis atau proporsi. Jadi ia dapat memandang masalahnya dari berbagai sisi dan menyelesaikannya dengan mengambil banyak faktor sebagai dasar pertimbangan.

Menurut Kohlberg, tahap perkembangan moral ketiga, moral moralitas pascakonvensional harus dicapai selama masa remaja.tahap ini merupakan tahap menerima sendiri sejumlah prinsip dan terdiri dari dua tahap. Dalam tahap pertama individu yakin bahwa harus ada kelenturan dalam keyakinan moral sehingga dimungkinkan adanya perbaikan dan perubahan standar apabila hal ini menguntungkan anggota-anggota kelompok secara keseluruhan. Dalam tahap kedua individu menyesuaikan dengan standar sosial dan ideal yang di internalisasi lebih untuk menghindari hukuman terhadap diri sendiri daripada sensor sosial. Dalam tahap ini, moralitas didasarkan pada rasa hormat kepada orang-orang lain dan bukan pada keinginan yang bersifat pribadi.

Ada tiga tugas pokok remaja dalam mencapai moralitas remaja dewasa, yaitu:
1). Mengganti konsep moral khusus dengan konsep moral umum.
2). Merumuskan konsep moral yang baru dikembangkan ke dalam kode moral sebagai kode prilaku.
3). Melakukan pengendalian terhadap perilaku sendiri.
Perkembangan moral adalah salah satu topic tertua yang menarik minat mereka yang ingin tahu mengenai sifat dasar manusia. Kini kebanyakan orang memiliki pendapat yang kuat mengenai tingkah laku yang dapat diterima dan yang tidak dapat di terima, tingkah laku etis dan tidak etis, dan cara-cara yang harus dilakukan untuk mengajarkan tingkah laku yang dapat diterima dan etis kepada remaja.

moral agama remaja

moralitas merupakan kemauan untuk menerima dan melakukan peraturan, nilai-nilai atau prinsip-prinsip moral. Nilai-nilai moral itu, seperti:
1. Seruan untuk berbuat baik kepada orang lain, memelihara ketertiban dan keamanan, memelihara kebersihan dan memelihara hak orang lain, dan
2. Larangan mencuri, berzina, membunuh, meminum-minumanan keras dan berjudi.

Seseorang dapat dikatakan bermoral, apabila tingkah laku orang tersebut sesuai dengan nilai-nilai moral yang dijunjung tinggi oleh kelompok sosialnya. Sehingga tugas penting yang harus dikuasai remaja adalah mempelajari apa yang diharapkan oleh kelompok daripadanya dan kemudian mau membentuk perilakunya agar sesuai dengan harapan sosial tanpa terus dibimbing, diawasi, didorong, dan diancam hukuman seperti yang dialami waktu anak-anak.

Remaja diharapkan mengganti konsep-konsep moral yang berlaku umum dan merumuskannya ke dalam kode moral yang akan berfungsi sebagai pedoman bagi perilakunya.

Tidak kalah pentingnya, sekarang remaja harus mengendalikan perilakunya sendiri, yang sebelumnya menjadi tanggung jawab orang tua dan guru. Mitchell telah meringkaskan lima perubahan dasar dalam moral yang harus dilakukan oleh remaja yaitu:
1). Pandangan moral individu semakin lama semakin menjadi lebih abstrak dan kurang konkret.
2). Keyakinan moral lebih berpusat pada apa yang benar dan kurang pada apa yang salah. Keadilan muncul sebagai kekuatan moral yang dominant.
3). Penilaian moral menjadi semakin kognitif. Ia mendorong remaja lebih berani menganalisis kode social dan kode pribadi dari pada masa anak-anak dan berani mengambil keputusan terhadap berbagai masalah moral yang dihadapinya.
4). Penilaian moral menjadi kurang egosentris.
5). Penilaian moral secara psikologis menjadi lebih mahal dalam arti bahwa penilaian moral merupakan bahan emosi dan menimbulkan ketegangan psikologis.

peranan keluarga



Esensi pendidikan umum adalah proses menghadirkan situasi dan kondisi yang memungkinkan sebanyak mungkin subyek didik memperluas dan memperdalam makna-makna esensial untuk mencapai kehidupan yang manusiawi. Oleh karena itu, sangat diperlukan adanya kesengajaan atau kesadaran untuk mengundangnya melakukan tindak belajar yang sesuai dengan tujuan. Dengan demikian, esensi pendidikan umum, mencakup dua dimensi yaitu dimensi pedagogis dan dimensi subtantif. Dimensi pedagogis adalah proses menghadirkan situasi dan kondisi yang sebanyak mungkin anak didik terundang untuk memperluas dan memperdalam dimensi substansif.
Pendidikan umum dilaksanakan dalam lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.  Dengan demikian, keluarga merupakan salah satu lembaga yang mengembang tugas dan tanggung jawab  dalam pencapaian tujuan pendidikan umum.
Tujuan esensial pendidikan umum adalah mengupayakan subyek didik menjadi pribadi yang utuh dan terintegrasi. Untuk mencapai tujuan ini, tugas dan tanggung jawab keluarga (orang tua) adalah menciptakan situasi dan kondisi yang memuat iklim yang dapat dihayati anak-anak untuk memperdalam dan memperluas makna-makna esensial.
Orang tua dapat melaksanakan dengan cara menciptakan situasi dan kondisi yang dihayati oleh anak-anak agar memiliki dasar-dasar dalam mengembangkan disiplin.
Pendidikan dalam keluarga memberikan keyakinan agama, nilai budaya yang mencakup nilai moral dan aturan-aturan pergaulan serta pandangan, keterampilan dan sikap hidup yang mendukung kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara kepada anggota keluarga yang bersangkutan.
Anak yang berdisiplin memiliki keteraturan diri berdasarkan nilai agama, nilai budaya,  aturan-aturan  pergaulan, pandangan hidup, dan sikap hidup yang bermakna bagi dirinya sendiri, masyarakat bangsa dan negara. Artinya, tanggung jawab orang tua adalah mengupayakan agar anak disiplin  diri untuk melaksanakan hubungan dengan Tuhan yang menciptakannya, dirinya sendiri, sesama manusia, dan lingkungan alam dan makhluk hidup lainnya berdasarkan nilai moral.

pendidikan moral teknologi remaja

Perkembangan dunia teknologi memang sudah tidak bisa kita pisahkan dari kehidupan sosial dan komunikasi kita sehari-hari. Kemudahan dalam melakukan akses data dan fasilitas jejaring sosial menjadikan kita lebih mudah dalam saling berinteraksi. Fasilitas seperti facebook, twitter, dan situs jejaring sosial memberikan kemudahan dalam berbagai informasi, foto, video, dan lain-lain. Kemudahan-kemudahan yang diberikan teknologi kepada kita juga harus kita sadari dampak negatifnya, selain dampak postifnya juga.
Dampak positif yang diberikan oleh jejaring sosial adalah kita bisa saling mengenal banyak teman yang berada jauh dari satu kota, luar kota, bahkan luar negara. Jaringan yang luas memberikan kesempatan untuk kita memiliki banyak teman dari berbagai dunia. Selain itu dengan adanya jejaring sosial memberikan kita kecepatan penerimaan informasi dengan cepat, akurat, dan terpercaya. Hal ini dikarenakan disitus jejaring sosial banyak sekali orang mengupdate statusnya dengan kondisi yang sedang dia rasakan saat itu.
Selain dampak positif, jejaring sosial juga memiliki dampak negatife. Teknologi memang sesuatu yang memiliki sisi dua mata pisau yang berbeda. Dampak negatife yang sering kita rasakan adalah anak mulai malas melakukan interaksi secara langsung, suka menghabiskan waktu dengan sesuatu yang tidak penting, malas belajar, dan sebagainya. Kemudahan dalam berbagi hal menjadikan remaja dengan mudah membagikan foto dan video pribadinya tanpa berfikir panjang dampak yang akan ditimbulkan. Misalnya, foto pribadi atau agak porno, dan lain sebagainya. Apa remaja tidak memikirkan dampak selanjutnya dari foto tersebut?
Ketidaktahuan menjadi alasan kenapa remaja dengan mudah membagikan foto yang seharusnya tidak dipublikasikan. Ada contoh beberapa waktu yang lalu sebuah foto di satu akun jejaring sosial yang memasang foto dia sedang berciuman dengan kekasihnya tanpa ada rasa malu sama sekali. Sungguh disayangkan, jejaring sosial yang seharusnya digunakan untuk berbagi informasi dijadikan ajang mesum atau kerusakan moral remaja. Luasnya dunia internet, dan tanpa adanya pantauan yang baik dari orang tua menjadikan remaja dengan bebas melakukan sesuatu hal yang dia suka.
Peran teknologi memang penting dalam kehidupan, akan tetapi peran orang tua, guru, dan masyarakat sekitar remaja jauh lebih penting. Remaja yang masih suka dengan dunia bebas, dan ekpresif harus dibekali dengan moral yang baik dari orang tua. Peran orang tua dalam mengenalkan dunia teknologi sangat penting, dimana orang tua harus pro aktif dalam mengawasi, membimbing, dan memberikan bekal moral pada anaknya. Selain orang tua, guru juga harus memberikan pengetahuan yang berimbang mengenai moral dan teknologi, menjelaskan dampak negative, contoh yang seharusnya tidak dilakukan dijejaring sosial dan penjelasan yang mendalam mengenai moral dalam teknologi. Pada sisi pemerintah, pemerintah harus pro aktif dalam memberikan seminar-seminar pendidikan moral untuk guru, siswa, dan orang tua agar pendidikan moral bisa mengimbangi kebebasan teknologi yang memang tidak bisa kita hentikan atau kita awasi selama 24 jam.
Remaja yang memiliki moral yang baik, akan memiliki kesadaran secara mandiri untuk mengunakan teknologi dengan baik pula. Sehingga diharapkan kedepan pemerintah, masyarakat, keluarga, dan individu menjadi dan memiliki moral yang baik dalam teknologi.