Dalam Kamus Bahasa Indonesia anak adalah turunan yang kedua.[14] Anak adalah anggota keluarga dimana orang tua adalah pemimpin keluarga, sebagai penanggung jawab atas keselamatan warganya di dunia dan khususnya di akhirat.
Selanjutnya perkembangan menurut Syamsu Yusuf adalah perubahan yang berkesinambungan dalam diri individu dari mulai lahir sampai mati.[15] Dan perkembangan yang dimaksud penulis di sini adalah perkembangan dalam aspek moral, yaitu perubahan-perubahan yang dialami seseorang menuju tingkat kedewasaan yang berlangsung secara berkesinambungan yang menyangkut pertambahan pengetahuan seorang anak mengenai ukuran baik dan buruk.
Menurut Abu Ahmadi dalam bukunya yang berjudul “Psikologi Perkembangan” mengatakan bahwa perkembangan moral seseorang berkaitan erat dengan perkembangan sosial anak di samping pengaruh luar dari perkembangan pikiran, perasaan serta kemauan atas hasil tanggapan diri anak.[16]
Moralitas tidak dapat terjadi hanya melalui pengertian-pengertian, tanpa latihan-latihan, pembiasaan dan contoh-contoh yang diperoleh sejak kecil. Kebiasaan itu tertanam dengan berangsur-berangsur sesuai dengan pertumbuhan kecerdasannya, sesudah itu barulah si anak diberi pengertian-pengertian moral. Selanjutnya Zakiah Daradjat mengatakan bahwa dalam pembinaan moral, agama mempunyai peranan yang penting, karena nilai-nilai moral yang datang dari agama tetap dan tidak berubah-ubah oleh waktu dan tempat.[17]
Senada dengan pendapat di atas Sabiq Barbari juga mengatakan: ilmu yang diperoleh pada masa kanak-kanak sangat terkesan, tetapi tidak berkesan apabila diperoleh pada masa dewasa. Sebagaimana dahan pohon yang hijau dapat ditegakkan dengan mudah, tetapi apabila telah kering tidak dapat ditegakkan.[18]
Proses perkembangan moral anak dapat berlangsung melalui beberapa cara sebagai berikut:
Pendidikan Langsung, yaitu melalui penanaman pengertian tentang tingkah laku yang benar dan salah, atau baik dan buruk oleh orang tua, guru atau orang dewasa lainnya.
Identifikasi, yaitu dengan cara mengidentifikasi atau meniru penampilan atau tingkah laku moral seseorang yang menjadi idolanya (seperti orang tua, guru, kyai, artis orang dewasa lainnya).
Proses coba-coba (Trial and error), yaitu dengan cara mengembangkan tingkah laku moral secara coba-coba. Tingkah laku yang mendatangkan pujian atau penghargaan akan terus dikembangkan, sementara tingkah laku yang mendatangkan hukuman akan dihentikan.[19]
Robert J. Havighurst, telah membagi tahap perkembangan moral seseorang ke dalam empat tahap yang disesuaikan dengan value/tata nilai yang ada, yaitu:
1. Usia 1-4 tahun : Pada fase ini ukuran baik dan buruk bagi seorang anak itu tergantung dari apa yang dikatakan oleh orang tua. Walaupun anak saat itu belum tahu benar hakikat atau perbedaan antara yang baik dan buruk.
2. Usia 4-8 tahun : Pada fase ini ukuran tata nilai bagi seorang anak adalah dari yang lahir (realitas). Anak belum dapat menafsirkan hal-hal yang tersirat dari sebuah perbuatan, antara perbuatan disengaja atau tidak, anak belum mengetahui yang ia nilai hanyalah kenyataannya.
3. Usia 8-13 tahun : Pada fase ini anak sudah mengenal ukuran baik-buruk secara batin (tak nyata) meskipun masih terbatas.
4. Usia 13 tahun dan seterusnya: Pada fase ini seorang anak sudah mulai sadar betul tentag tata nilai kesusilaan (value). Anak akan patuh atau melanggar berdasarkan pemahamannya terhadap konsep tata nilai yang diterima. Pada saat ini anak benar-benar berada pada kondisi dapat mengendalikan dirinya sendiri.[20]
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa dalam mendidik moral anak harus dimulai sejak kecil dan tetap berpegang pada ajaran agama sebab pengalaman dan pendidikan agama yang dirasakan sejak kecil akan menentukan sikap anak setelah dewasa, dan kesemuanya itu merupakan tanggung jawab orang tua.
Minggu, 13 November 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar